Kolonialisme dan Imperialisme di Asia Tenggara
Asia
Tenggara merupakan salah satu kawasan bagian yang terdapat di benua
Asia. Dalam sejarahnya, negara-negara kawasan Asia Tenggara ini
merupakan daerah koloni bangsa Barat pada masa imperialisme dan
kolonialisme. Bangsa Barat melihat kawasan ini sebagai lokasi strategis
berlangsungnya perdagangan internasional dan juga kaya akan
rempah-rempah, emas, kapas di beberapa wilayah tertentu. Karena
kekayaannya tersebut, berbondong-bondong mereka mendatangi kawasan Asia
Tenggara, saling bersaing untuk dapat menjadikannya daerah koloni.
Misalnya saja Indonesia yang secara bergilir diduduki oleh bangsa
Portugis, Belanda, Inggris, dan bahkan juga Jepang. Terdapat juga bangsa
Inggris yang sukses menduduki Singapura, Brunei, Malaysia, serta
Filipina oleh Spanyol. Satu hal khusus yang perlu diingat dalam sejarah
kolonialisme di Asia Tenggara, Thailand adalah satu-satunya kawasan yang
tidak pernah dijajah oleh bangsa apapun. Paper review kali ini akan memaparkan tentang sejarah kolonialisme dan imperialisme Asia Tenggara secara singkat dan padat.
Inggris
merupakan negara dominan di benua Eropa. Tidak hanya memiliki situasi
dan kondisi politik yang stabil, Inggris juga merupakan negara yang
paling awal melakukan Revolusi Industri. Tidak seperti negara-negara
kolonial lainnya yang melakukan penjajahan atas dasar politik dan tujuan
aneksasi, Inggris menduduki wilayah-wilayah lain hanya demi kepentingan
ekonomi, perdagangan, dan kesejahteraan. Setelah berakhirnya masa
kolonialisme, sisah-sisah pendudukan Inggris justru meninggalkan peranan
penting terkait dengan perkembangan negara bekas koloni Inggris. Sebut
saja misalnya negara Singapura yang pada masa lalu merupakan salah satu
daerah koloni Inggris. Singapura telah sejak awal dikonstruksikan oleh
Inggris sebagai daerah perdagangan internasional, dimana banyak
kapal-kapal perdagangan internasional singgah dan transit. Romantisme
masa lalu tersebut agaknya ingin kembali dirasakan oleh para pemangku
kekuasaan di Singapura.
Perbedaan
pendudukan Inggris di Singapura dan Belanda di wilayah Nusantara sangat
kontras sekali jika dibandingkan. Belanda melakukan penaklukan wilayah
dengan menggunakan cara kekerasan. Bangsa Belanda amat terpikat dengan
kekayaan rempah-rempah Nusantara yang pada saat itu merupaka komoditi
yang utama. Pendudukan Belanda kebanyakan terpusat di wilayah Jawa
daripada wilayah-wilayah luar jawa yang didominasi muslim, seperti
wilayah Aceh.
Sementara
bangsa Spanyol mengkalaim bahwa merekalah yang menemukan daerah
Filipina. Adalah Ruy Lopez de Villalobos yang memberikan nama
“Philippines” pada kawasan itu. Penaklukan daerah-daerah di Filipina
dilakukan oleh pasukan ekspedisi Spanyol kedua, dengan menaklukkan tiga
kerajaan Islam yang belum lama didirikan di Manila pada saat itu. Namun
sayangnya tidak banyak yang bisa diambil dari Filipina. Dari tiga tujuan
yang dibawa oleh Spanyol hanya satu yang berhasil dilaksanakan di
Filipina, yakni menyebarkan agama Kristen. Sementara dua lainnya yang
gagal adalah menguasai perdagangan rempah rempah dan menjalin hubungan
dengan Jepang dan Cina. Filipina sendiri bukanlah wilayah yang kaya akan
rempah-rempah, sementara dua negara Asia Timur tersebut menjalankan
isolasionisme.
Melihat
banyaknya aksi kolonialisme dari bangsa Barat, Vietnam memilih jalan
isolasionisme untuk menghindari intervensi dan bangsa asing. Namun
Perancis kemudian datang dan berusaha untuk menduduki Vietnam. Dengan
bantuan Inggris, yang memang ingin meyingkirkan pengaruh Perancis dari
wilayah itu, Inggris-pun pada akhirnya membiarkan Perancis menduduki
Vietnam karena tidak merasakan keuntungan apapun. Pada kasus perebutan
Danang Bay, Perancis keluar sebagai pemenangnya. Hal ini terkait dengan
kedekatan Perancis dengan penguasa Vietnam kala itu. Sebagai imbalannya,
Perancis memberikan kapal tongkang untuk memudahkan rakyat Vietnam
melakukan perjalanan ke Cina dan Laos.
Seperti yang telah disebutkan di awal paper ini,
Thailand adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak pernah
diajajah. Namun hal tersebut bukan berarti Thailand tidak pernah dilirik
oleh para colonial. Sama seperti Vietnam, Thailand yang dulunya dikenal
dengan nama Siam juga menjadi tempat perebutan kekuasaan antara
Perancis dan Inggris. Sama-sama memiliki interest yang satu
arah, raja Siam kemudian bersekutu dengan Inggris. Di satu sisi raja
Siam mulai meninggalkan isolasionisme dan membuka perdagangan dengan
negara lain, sementara di sisi lain Inggris tetap menjaga persaingannya
dengan Perancis. Penguasa Thailand telah sangat berusaha menjaga
wilayahnya agar tidak jatuh ke tangan bangsa lain, dan Thailand-pun
berhasil melepaskan diri dari ketergantungan bangsa Eropa dan berkembang
mejadi negara yang mandiri.
Masuknya
bangsa Eropa ke kawasan Asia Tenggara tentu memberikan peranan
tersendiri bagi setiap negara yang pernah menjadi daerah koloni.
Pengaruh bangsa Eropa yang tersisah di kebanyakan negara-negara Asia
Tenggara dapat dilihat dari sistem pemerintahannya, misalnya saja
Singapura yang mengadopsi sistem parlementer Inggris dan Indonesia yang
meniru pattern politik Belanda. Sisah kejayaan masa kolonial
seharusnya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh negara. Indonesia,
misalnya, yang memiliki banyak sekali situs peninggalan Belanda, yang
sayangnya dibiarkan begitu saja dan tidak rawat ataupun dimanfaatkan.
Berbeda dengan Singapura yang sejak awal pemisahannya dengan Malaysia
memiliki cita-cita untuk menjadi negara kosmopolitan dan melaksanakan
modernisasi. Apa yang telah ditinggalkan Inggris dimanfaatkan semaksimal
mungkn oleh bangsa Singapura untuk membangun negara yang tidak kalah
maju dengan Singapura pada saat masih menjadi daerah kolonial Inggris.
Referensi :
Tarling, N. 2000. “The Establishmen of The Colonial Regime”, dalam The Cambridge History of Southeast Asia, vol. 2. Cambridge: Cambridge University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar