Bersamaan
dengan makin meluasnya kekuasaan VOC, di pihak VOC sebenarnya mendekati
keruntuhannya karena beberapa faktor, antara lain sebagai berikut.
1) VOC banyak
mengeluarkan biaya baik untuk operasi-operasi militer (menghadapi
perlawanan rakyat) maupun untuk penyelenggaraan pemerintahan sehingga
hutangnya menumpuk.
2) Banyak
pegawai VOC yang mencari keuntungan pribadi dengan melakukan korupsi.
Pihak
pemerintah Belanda sendiri menilai bahwa VOC yang makin merosot
kekuatannya tidak akan mampu lagi menguasai daerah yang luas seperti
Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 31 Desember 1799 VOC
dibubarkan. Dengan demikian, secara politik sejak 1 Januari 1800
Indonesia berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Dalam usaha
mengadakan pembaharuan pemerintahan di tanah jajahan, di Negeri Belanda
ada dua golongan yang mengusulkannya.
1) Golongan
konservatif dengan tokohnya Nenenberg menginginkan untuk mempertahankan
sistem politik dan ekonomi seperti yang dilakukan oleh VOC.
2) Golongan
liberal dengan tokohnya Dirk van Hogendorp menghendaki agar pemerintah
Hindia Belanda menjalankan sistem pemerintahan langsung dan menggunakan
sistem pajak. Sistem penyerahan paksa yang dilakukan oleh VOC agar
digantikan dengan sistem penyerahan pajak.
Dengan adanya
dua pandangan ini maka pemerintah Belanda mengambil jalan tengah. Di
satu pihak pemerintah condong kepada pemikiran kum konservatif karena
kebijaksanaannya akan mendatangkan keuntungan yang cepat dan mudah
dilaksanakan. Di pihak lain, pemerintah juga ingin menjalankan
pembaharuan yang dikemukakan oleh kaum liberal. Gagasan pembaharuan
pemerintahan kolonial dimulai semenjak pemerintahan Daendels.
Sejak Belanda
dikuasai oleh Prancis maka Kaisar Napoleon yang memimpin Prancis
mengangkat adiknya Louis Napoleon menjadi penguasa di Negeri Belanda.
Louis Napoleon merasa khawatir akan keberadaan Pulau Jawa yang merupakan
jantung jajahan Belanda di Indonesia jatuh ke tangan Inggris. Oleh
karena itu, Louis Napoleon segera mengirimkan seorang militer, Herman
Willem Daendels ke Indonesia (Pulau Jawa) sebagai gubernur jenderal.
Pada tanggal 1
Januari 1808 bersama ajudannya mendarat di Banten. Pada tanggal 15
Januari 1808, Gubernur Jenderal Wiese menyerahkan kekuasaannya kepada
Daendels. Kedatangan Daendels ke Indonesia sebagai gubernur jenderal
mempunyai dua tugas. Pertama, mempertahankan Pulau Jawa agar tidak jatuh
ke tangan Inggris. Kedua, memperbaiki keadaan tanah jajahan di
Indonesia.
Untuk
mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, Daendels mengambil
langkah-langkah kebijaksanaan.
1) membuat
jalan raya dari Anyer sampai dengan Panarukan;
2) mendirikan
benteng-benteng pertahanan;
3) membangun
pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung Kulon;
4) mendirikan
pabrik senjata di Semarang dan Surabaya;
5) memperkuat
pasukan yang anggotanya terdiri atas orang-orang Indonesia.
Selain
usaha-usaha dalam bidang pertahanan kemiliteran, di bidang pemerintahan
Daendels mengambil tindakan sebagai berikut:
1) Pulau Jawa
dibagi menjadi sembilan prefectur dengan tujuan untuk mempermudah
administrasi pemerintahan.
2) Para bupati
dijadikan pegawai pemerintah Belanda.
3) Perbaikani
gaji pegawai dan memberantas korupsi.
4) Pendirian
badan-badan pengadilan.
Usaha yang
dilakukan Daendels banyak membutuhkan biaya. Untuk itu, Daendels
menempuh jalan sebagai berikut:
1) Aturan
penyerahan sebagian dari hasil bumi sebagai pajak (contingenten) dan
aturan penjualan paksa hasil bumi kepada pemerintah dengan harga yang
telah ditetapkan pemerintah (verplichte leverantie).
2) Pelaksanaan
kerja rodi (seperti pembuatan jalan Anyer-Panarukan).
3) Penjualan
tanah kepada orang-orang partikelir (orang Belanda atau Cina, sehingga
lahirlah tanah-tanah milik swasta (particuliere landerijen).
4) Perluasan
tanaman kopi karena hasilnya menguntungkan.
Daendels
sebenarnya seorang liberal, tetapi setelah tiba di Indonesia berubah
menjadi seorang diktator yang bertindak kejam dan sewenang-wenang.
Akibatnya, pemerintahannya banyak menimbulkan kritik, baik dari dalam
maupun dari luar negeri, akhirnya Daendels dipanggil pulang ke Negeri
Belanda. Louis Napoleon kemudian mengangkat Jansen sebagai gubernur
jenderal yang baru menggantikan Daendels. Jansen ternyata tidak mampu
menahan serangan Inggris sehingga menyerah di Tuntang. Ia pun
menandatangani penyerahan kekuasaan itu di daerah Tuntang Salatiga. Oleh
karena itu, perjanjian itu dikenal dengan nama Kapitulasi Tuntang (18
September 1811). Isi pokoknya ialah seluruh Pulau Jawa menjadi milik
Inggris. Sejak saat itu, Indonesia menjadi jajahan Inggris.
Setelah
Indonesia (khususnya Pulau Jawa) jatuh ke tangan Inggris, oleh
pemerintah Inggris dijadikan bagian dari jajahannya di India. Gubernur
Jenderal East India Company (EIC), Lord Minto yang berkedudukan di
Kalkuta (India) kemudian mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai
letnan gubernur (wakil gubernur) untuk Indonesia (Jawa). Raffles
didampingi oleh suatu badan penasihat yang disebut Advisory Council.
Tugas yang utama adalah mengatur pemerintahan dan meningkatkan
perdagangan serta keuangan. Sebagai seorang yang beraliran liberal,
Raffles menginginkan adanya perubahan-perubahan dalam pemerintahan di
Indonesia ( Jawa).
Langkah-langkah
yang diambil dalam bidang pemerintahan, antara lain sebagai berikut.
1) Pulau Jawa
dibagai menjadi delapan belas karesidenan.
2) Para bupati
dijadikan pegawai pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dan bukan
lagi memiliki tanah dengan segala hasilnya.
Dalam bidang
perdagangan–keuangan, diambil langkah-langkah sebagai berikut.
1) Penghapusan
segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa/rodi.
2) Pemberian
kebebasan dalam usaha perdagangandengan memberi kesempatan rakyat untuk
ikut serta dalam perdagangan. Rakyat diberi kebebasan untuk menanam
tanaman-tanaman yang laku di pasaran internasional.
3) Pelaksanaan
monopoli garam.
4) Penjualan
tanah kepada pihak swasta dan melanjutkan usaha penanaman kopi.
5) Penciptaan
sistem sewa tanah atau landrente. Dasar hukum yang digunakan adalah
bahwa pemerintah Inggris berkuasa atas semua tanah sehingga semua
penduduk yang menempati tanah wajib membayar pajak.
Aturan yang
ditetapkan adalah sebagai berikut.
a) Tanah
pertanian di bagi dalam tiga kelas (menurut kesuburan tanah). Kelas I
untuk tanah subur, kelas II tanah setengah subur, dan kelas III tanah
yang kurang subur.
b) Tanah kelas
I dikenakan pajak 1/2 dari hasil panen, kelas II 2/5 , dan kelas III
dibebani 1/3.
c) Pajak tanah
dipungut secara perorangan bukan kelompok.
d) Pemungutan
pajak dilakukan secara langsung oleh pemerintah, bukan melalui sistem
borong seperti sebelumnya.
Lendrente yang
diciptakan untuk memperbaiki sistem pajak, ternyata tidak dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan rakyat tidak
mampu membayar pajak dengan uang. Di samping itu, pemungutan yang semula
direncanakan secara perorangan sulit dilaksanakan dan diganti secara
kelompok. Selain itu, pemungutan dilakukan oleh para pejabat yang
bertindak sewenang-wenang dan korupsi. Akibatnya, usaha Raffles untuk
menjalankan sistem sewa tanah mengalami kegagalan.
Kegiatan
Raffles lain yang menonjol ialah dalam bidang ilmu pengetahuan. Raffles
berhasil menyusun buku sejarah yang berjudul History of Java yang
terdiri atas dua jilid dan diterbitkan pertama kali tahun 1817. Situasi
di Indonesia tidak dapat terlepas dari situasi di Eropa. Setelah negara
Koalisi berhasil mengalahkan Prancis (Napoleon Bonaparte) dalam Battle
of the Nation di Leipzig (1813), kemudian mengadakan kongres di Wina.
Berdasarkan Kongres Wina tahun 1814, Belanda kembali menjadi negara merdeka. Selanjutnya, berdasarkan Konvensi London (antara Inggris dan Belanda 1814), Belanda menerima tanah jajahannya kembali yang diserahkan kepada Inggris berdasarkan Kapitulasi Tuntang (1811). Penyerahan Indonsia dari pihak Inggris kepada Belanda terealisasi pada tahun 1816. Pihak Inggris diwakili oleh John Vendall, sedangkan di pihak Belanda oleh tiga orang komisaris jenderal, yakni Elout, Buyskes, dan Van der Capellen.
Berdasarkan Kongres Wina tahun 1814, Belanda kembali menjadi negara merdeka. Selanjutnya, berdasarkan Konvensi London (antara Inggris dan Belanda 1814), Belanda menerima tanah jajahannya kembali yang diserahkan kepada Inggris berdasarkan Kapitulasi Tuntang (1811). Penyerahan Indonsia dari pihak Inggris kepada Belanda terealisasi pada tahun 1816. Pihak Inggris diwakili oleh John Vendall, sedangkan di pihak Belanda oleh tiga orang komisaris jenderal, yakni Elout, Buyskes, dan Van der Capellen.
Demikianlah
Materi Terbentuknya Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda dan Inggris di
Indonesia, semoga bermanfaat.
Sumber : http://www.materisma.com/2014/01/terbentuknya-pemerintahan-kolonial.html

Tidak ada komentar:
Posting Komentar