Rabu, 24 September 2014

Perang Salib : Hubungan Islam - Kristen

  SEJARAH HUBUNGAN ISLAM - KRISTEN
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Menggambarkan perjumpaan Islam dan Kristen dalam sejarah dapat diberi dua warna yang mencolok yakni warna kelam yang meliputi pertentangan, kecurigaan, permusuhan bahkan perang. Warna yang kedua warna cerah yang meliputi kehidupan bersama dalam hubungan damai, saling percaya dan memperkaya. Kedua warna ini lahir sebagai konsekwensi dari interaksi yang tak terhindarkan dan sadar atau tidak dialami oleh kedua belah pihak. Perjumpaan Islam dan Kristen bukan dimulai sejak perang salib. Jauh sebelumnya bahkan pada masa Nabi Muhammad s.a.w telah dicatat perjumpaan tersebut. Perluasan kekuasaan islam dengan cara militer (perang) sampai ke daerah-daerah kristen seperti pendudukan Spanyol bagian selatan dan daerah-daerah di Italia, Sisilia atau Perancis bagian selatan menimbulkan konsekwensi-konsekwensi tertentu, misalnya saja tersingkirnya kekuasaan lama oleh penguasa baru. Di Spanyol bangsawan Visighot terpaksa melarikan diri setelah pendudukan Dinasti Islam atas Spanyol. Namun dipihak lain sebuah kehidupan antarbudaya dan antaragama tidak dapat dielakkan. Montgomery watt mencatat bahwa masa sebelum perang salib, kaum Muslim, Kristen dan jahud di Spanyol dapat hidup berdampingan secara damai, hal ini disebabkan oleh pemahaman bahwa penaklukan Spanyol oleh dinasti Islam tidak dilatarbelakangi oleh semangat keagamaan bahkan sebaliknya menurut Watt gagasan-gagasan yang dominan pada waktu itu bukanlah gagasan keagamaan dalam hal ini Islami melainkan gagasan Arab sekular.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Perang-perang Salib
Gambar. Benua Eropa
Perang Salib I
Berawal di Sisilia pada tahun 1050 ketika orang-orang Islam diusir. Hal yang sama terjadi juga di Spanyol. Pada tahun 1063 para tentara Salib Perancis dan Spanyol sepakat untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai Islam . Paus merestui mereka. Pada tahun 1085 raja-raja Kristen di Spanyol Utara merebut Spanyol dari tangan orang Islam.
Dalam pada itu Byzantium yang terjepit oleh Turki meminta bantuan kepada Gereja Barat. Hal ini dimanfaatkan oleh Paus nuntuk memperluas pengaruhnya di Timur. Pada tahun 1094 Paus Urbanus II mengimbau orang Kristen barat untuk menolong Byzantium. Melalui Sungai Rhein dan Donau para tentara salib dari Jerman menuju Konstantinopel sambil membunuhi dan menyiksa orang-orang Yahudi. Kaisar Byzantium akhirnya terpaksa tunduk kepada Paus dan Gereja Barat. Padahal pandangan Gereja Timur terhadap perang ini berbeda dengan Gereja Barat. Bagi mereka ini bukanlah perang suci.
Di Asia Kecil tentara Salib beberapa kali mengalahkan orang-orang Turki,sehingga Kaisar Alexios sempat merebut kembali sebagian daerah yang hilang setelah tahun 1071. Lalu pada tahun 1097 tentara Sal ib berhasil menguasai Antiokhia dengan perjuangan berbulan-bulan dan menelan korban sangat banyak.Tentara Salib meneruskan perjalanan ke Yerusalem dan tiba di sana pada Juni1099. Orang-orang Kristen yang merupakan mayoritas diusir dari Yerusalem. Mereka mengepung kota. Yerusalem berhasil direbut oleh tentara Salib. Orang Yahudi dan Islam dibunuhi. Para pemimpin tentara Salib mendirikan Kerajaan Yerusalem (1099 – 1187) yang juga meliputi Antiokhia, Edesssa, dan Tripoli. Secara pemerintahan daerah ini di bawah Konstantinopel, namun gerejanya di bawah Paus di Roma.
Keberhasilan tentara Salib bukanlah karena keunggulan strategi militer. Keberhasilan mereka banyak ditentukan oleh kelemahan orang-orang Saljuk (Turki) akibat meninggalnya Malik Syah. Orang-orang Turki terpecah belah. Ciri khas tentara Salib ialah merusak apa saja yang ditemuinya dan membakarnya.
Perang Salib II (1147 – 1149)
Malik Syah digantikan oleh Imaduddin Zanki. Ia mengumpulkan sisa-sisa kekuatan Saljuk. Namun tak lama kemudian ia meninggal. Ia digantikan oleh anaknya, Nuruddin Zanki. Ia berhasil menumpas pemberontakan orang-orang Armenia. Kemenangan ini membuat orang-orang Eropa Barat bangkit lagi hasratnya untuk kembali ke dunia Timur.
Seorang rahib termasyur pada zaman itu, Bernard dari Clairvux, menghasut dan mengobarkan semangat Perang Salib kepada orang-orang Eropa Barat. Yang memimpin tentara Salib adalah raja Perancis, Louis VII dan kaisar Jerman, Konrad III. Di sini jelas sekali faktor dan motif politik semakin menonjol [13]. Namun usaha mereka gagal untuk menguasai Damaskus dan Askalon, karena dipatahkan oleh pasukan Nuruddin Zanki.
Perang Salib III (1189 – 1192)
Perang ini berawal dari kekalahan tentara Salib di Palestina dekat Tiberias (1187) dan penaklukan Yerusalem oleh Sultan Saladin dari Mesir. Tentara Salib dipimpin oleh kaisar Jerman, Friedrich III, Barbarossa, bersama dengan raja Inggris, Richard, dan raja Perancis, Philippe II. Raja Richard berhasil merebut kota Akko dan ia juga mengikat perjanjian dengan Sultan Saladin. Isi perjanjiannya ialah orang-orang Kristen diperbolehkan tinggal di daerah pesisir antara Tyrus dan Jaffa, serta para peziarah diperbolehkan mengunjungi Yerusalem secara bebas.
Perang Salib IV (1202 – 1204)
Paus Innocentius III (1198 – 1216) ingin menguasai Mesir dan mengirim tentara Eropa Barat untuk menyerang Mesir. Ekspedisi ini dibiayai oleh pemerintah Venesia. Pasukan ini ternyata tidak pernah tiba di Palestina. Kekuatannya dipergunakan untuk menghancurkan pesaing perdagangan Venesia, yaitu Konstantinopel. Tentara Salib akhirnya menduduki dan menjarah kota Konstantinopel, lalu dijadikan kekaisaran yang takluk pada Gereja Roma.
Perang Salib V (1218 – 1221)
Perang Salib ini cukup singkat. Sebelumnya Paus Innocentinus III mendorong usaha serangan militer ke Mesir. Paus penggantinya, Honorius III, meneruskan usaha ini. Tentara Salib berhasil menguasai kota Damietta di pantai Mesir (1219). Akan tetapi pada tahun 1221 kota terpaksa terlepas lagi. Pada masa inilah Fransiskus dari Asisi memulai usahanya untuk mengabarkan Injil kepada sultan Mesir, Al-Kamil.
Perang Salib VI (1248 – 1254)
Pada tahun 1244 Yerusalem diduduki kembali oleh tentara Islam. Raja Louis IX melakukan Perang Islam dan menyerang Mesir. Pada tahun 1249 kota Damietta diserbu, namun Louis IX gagal, dan bahkan menjadi tawanan perang. Ia berhasil dilepaskan setelah ditebus dengan banyak uang. Ia pulang ke Perancis pada tahun 1245.
Perang Salib VII (1270)
Antara tahun 1250 dan 1254 Raja Louis IX tinggal di Tanah Suci untuk membangun ulang kubu dan kekuasaan lewat usaha diplomasi, karena merasa gagal lewat perang . Berkat status dan wewenangnya ia berhasil menjadi penguasa di Kerajaan Yerusalem [19]. Sebelumnya ia sempat merebut kota Damietta di Mesir pada tahun 1249 (Perang Salib VI). Namun ketika menuju Kairo pasukannya dipukul mundur dan terserang penyakit pes. Ia sempat ditawan dan dibebaskan sebulan kemudian. Pada tahun 1270 Louis IX kembali memimpin penyerangan ke Tunisia. Namun ia meninggal karena terserang penyakit pes.
Sultan Baybars merupakan orang pertama di antara para sultan yang berhasil menghancurkan kekuatan tentara Salib. Ia adalah keturunan Mameluk dari Mesir. Pada tahun 1262 ia membangkitkan massa Saladin untuk kembali ke Asia Barat. Sebuah kota dan benteng yang dikuasai oleh tentara Salib direbutnya kembali, sehingga pada tahun 1286 kota Jaffa dapat juga ditaklukkan. Penyerangan berikutnya diteruskan ke Utara untuk merebut Antiokhia. Pada tahun 1289 Tripoli di Lebanon direbutnya juga. Pada tahun 1291 Akko, sebuah kota terpenting kekuatan tentara Salib, dapat ditaklukkannya. Sejak saat itu masa tentara Salib habis di seluruh benua Timur.
B.  Akibat Perang Salib
Akibat Perang Salib pada Gereja dan Islam di Eropa dan Timur Tengah Nyatalah bahwa tentara Salib tidak membawa damai, tetapi pedang; pedang itu adalah untuk memotong-motong dunia Kristen. Ketida ksetujuan doktrinal yang telah berlangsung lama dipaksakan kepada Gereja Timur oleh kebencian nasional yang mendalam. Perang Salib memang tidak memberikan maslahat apapun bagi orang-orang Kristen di Timur Tengah. Di mata tentara Salib orang-orang Yakobit, Koptik, Melkit, dan Nestorian merupakan orang-orang yang menyimpang dari ajaran yang benar.
Setiap terjadi Perang Salib orang-orang Kristen asli Timur Tengah didera penderitaan. Terjadi pembunuhan besar-besaran, baik atas orang-orang Islam maupun orang-orang Kristen asli, seperti yang terjadi di Antiokhia (1098 & 1268), Yerusalem (1099 & 1244), Caesarea (1101), Beirut (1110), Edessa (1146), Tripoli (1289), Akha (1291), dan Aleksandria (1365). Setelah pengusiranArmenia terkena getahnya. Orang-orang Kristen tidak lagi dipercaya oleh penguasa-penguasa Islam. Sikap toleran terhadap orang-orang Kristen juga meluntur dan jurang antara kaum Kristen dan Islam diperdalam. Perang Salib mempercepat kemunduran Gereja Timur.
Tidak dapat disangkal bahwa warna kelam dari peristiwa tragedi kemanusiaan yang berkepanjangan ini telah memberi kontribusi yang cukup dominan dalam kelanjutan hubungan dan perjumpaan pengikut kedua agama besar ini di dunia. Goseran sejarah ini pun pernah bahkan bagi sebagian orang di  Indonesia masih mewarnai hubungan umat Islam dan Kristen, meskipun secara tidak langsung masyarakat Indonesia tidak terlibat didalamnya, namun kedua agama yang dibawa ke Indonesia telah memiliki catatan sejarah yang kelam.
Namun tidak dapat disangkal pula bahwa perang salib telah melahirkan paradigma baru dalam hubungan Islam-Kristen. Bersamaan dengan hadirnya tentara-tentara salib didaerah-daerah Islam, berlangsung pula hubungan dagang antara wilayah-wilayah Kristen Eropa dengan pedagang Islam Arab. Hubungan ini anehnya tidak terputus akibat perang salib, malahan berjalan beriringan. Disamping itu fenomena yang lebih menarik lagi adalah kenyataan akan hubungan Islam dan Barat dalam bidang Ilmu Pengetahuan. Pada masa-masa perang salib inilah terjadi peningkatan penerjemahan karya-karya Arab seperti karya-karya agung dari Averoes dan Ibn Sinna kedalam bahasa latin. Pada masa inipun semangat dari pihak barat untuk mempelajari karya-karya ilmiah Arab semakin meningkat. 
C.  Faktor-faktor Terjadinya Perang Salib
Peristiwa perang salib yang berlangsung kurang lebih 3 abad lamanya dan dalam bentuk 7 tahap dilatarbelakangi oleh motivasi yang berbeda-beda. Yang melatarbelakangi perang salib pertama sampai pada perang salib yang ke-3 paling tidak ada 2 faktor yang bagi para penguasa dan elit agama di Eropa dalam hal ini Paus (pimpinan gereja katolik) perlu untuk mengangkat pedang untuk menyatakan perang terhadap kekuatan Islam. Kedua faktor tersebut adalah:
a.    faktor internal yakni konflik internal Eropa: Sampai pada abad pertengahan, kekristenan (Gereja) bergandengan tangan dan menjalin hubungan yang mesra namun manipulatif dengan kekuasaan politik atau kekaisaran. Hubungan yang demikian praktis melahirkan konsekwensi tersendiri: agama dijadikan alat penglegitimasian kekuasaan dan demikian halnya sebaliknya politik dijadikan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan seperti otoritas keagamaan; interes politik menjadi interes agama dan sebaliknya; agama me- dan di- manipulasi oleh politik dan sebaliknya. Kekuatan politik dipakai untuk menghadapi lawan-lawan gereja seperti kelompok yang diklaim sebagai kafir dan kelompok sekte atau heresi.
Kekaisaran Byzantinum dalam ancaman penguasa Islam berbangsa Turki Seljuk dan Byzantinum mengalami kekalahan dalam peperangan tersebut. Akibat dari kekalahan ini, penguasa Byzantinum memohon bantuan militer kepada Paus Urbanus II. Permohonan bantuan ini dilihat sebagai momentum untuk mengatasi konflik antara kedua pusat kekristenan, yakni gereja Katolik dengan pusatnya Roma dengan gereja  Orthodox Timur Byzantinum dengan pusatnya Konstantinopel. Dengan kata lain dibalik perang terhadap penguasa Islam ada terselip maksud pemersatuan gereja barat dan timur. Maksud tersebut hingga dewasa ini tidak tercapai, sampai saat ini kedua pusat kekristenan: Gereja Katolik Roma dan Gereja Orthodox Timur masih terpisah. 
b.    Faktor eksternal: Islam sebagai kekuatan yang mengancam Eropa.
Peradaban Islam pada abad ke –11 tengah mengalami kemajuan yang sangat pesat di hampir dalam segala bidang. Bukan saja arsitektur yang megah melalui bangunan-bangunan mesjid yang luarbiasa indahnya menjadi simbol bangkitnya peradaban Islam dewasa itu, namun di bidang Ilmu Pengetahuan, Astronomi, Filsafat dan Medis pun Islam pernah menjadi parameter dunia. Munculnya nama-nama besar seperti Avveroes (Ibn Rush) sang Filosof yang karya terjemahan dan komentarya terhadap karya Filosof Yunani Aristoteles dipakai oleh para teolog Barat seperti Thomas Aquino, atau sang Dokter ternama Ibn Sinna (Avicienna) yang karyanya digunakan cukup lama di sekolah-sekolah kedokteran Eropa. Bangkitnya peradaban dibarengi dengan perluasan kekuasaan Islam. Hingga Abad ke-11 Islam telah menguasai wilayah-wilayah kekaisaran Byzantinum seperti Suria, Mesir bahkan seluruh daerah Afrika Utara (sampai Marroko). Perluasan kekuasaan ini kearah barat sampai ke Spanyol Selatan dan kearah timur, Islam menguasai wilayah-wilayah seperti Rusia bagian selatan (Transoxania) bahkan telah menguasai Asia Tengah sampai ke Afganistan.
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Menggambarkan perjumpaan Islam dan Kristen dalam sejarah dapat diberi dua warna yang mencolok yakni warna kelam yang meliputi pertentangan, kecurigaan, permusuhan bahkan perang. Warna yang kedua warna cerah yang meliputi kehidupan bersama dalam hubungan yang damai, saling percaya dan memperkaya. Kedua warna ini lahir sebagai konsekwensi dari interaksi yang tak terhindarkan dan sadar atau tidak dialami oleh kedua belah pihak. Perjumpaan Islam dan Kristen bukan dimulai sejak perang salib. Jauh sebelumnya bahkan pada masa Nabi Muhammad s.a.w telah dicatat perjumpaan tersebut. Perluasan kekuasaan Islam dengan cara militer (perang) sampai ke daerah-daerah Kristen seperti pendudukan Spanyol bagian selatan dan daerah-daerah di Italia, Sisilia atau Perancis bagian selatan menimbulkan konsekwensi-konsekwensi tertentu, misalnya saja tersingkirnya kekuasaan lama oleh penguasa baru.
Berawal di Sisilia pada tahun 1050 ketika orang-orang Islam diusir. Hal yang sama terjadi juga di Spanyol. Pada tahun 1063 para tentara Salib Perancis dan Spanyol sepakat untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai Islam. Paus merestui mereka. Pada tahun 1085 raja-raja Kristen di Spanyol Utara merebut Spanyol dari tangan orang Islam.
Perang Salib ini cukup singkat. Sebelumnya Paus Innocentinus III mendorong usaha serangan militer ke Mesir. Paus penggantinya, Honorius III, meneruskan usaha ini. Tentara Salib berhasil menguasai kota Damietta di pantai Mesir (1219).
Daftar Pustaka
  Albert Hourani, Deri Islam im europaeischen Denken, S Fischer 1994
  Ulrich Haarmann (ed), Geschichte der arabischen Welt, C.H.Beck, 1991
  Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia. Pengaruh  Islam atas Eropa Abad Pertengahan, Gramedia 1995
diunduh dari http://rosmidahputrirauf.blogspot.com/2012/11/hubungan-islam-dengan-eropa-perang-sahib.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar